Kamis, 02 Maret 2017

Prabu Setyaki



            Setyaki/Satyaki atau dapat dipanggil juga sebagai Sancaki adalah salah satu tokoh kesatria dalam babad cerita Mahabharata yang juga merupakan sekutu Pandawa dalam perang Baratayuda. Ia merupakan kesatria dari Kerajaan Lensapura dan dalam berbagai versi Setyaki merupakan sepupu dari Kresna dan Pandawa lima.
            Sifat Setyaki dalam dunia pewayangan baik dalam versi Mahabharata maupun versi pewayangan Jawa digambarkan sebagai sosok yang memiliki sifat :
·       -  Kesatria.
·        - Nekat.
·        - Jujur.
·         -Setia pada pasangan hidup.
      Alasan saya memilih tokoh Setyaki sebagai tokoh dengan watak dan karakteristik yang hampir sama dengan saya adalah karena kesamaan beberapa sifat seperti sifat Kesatria, yaitu membela apa yang ia anggap benar, hal itu saya terapkan dalam kehidupan dengan penalaran mengenai benar dan salah, saya membela apa yang saya anggap benar dalam kehidupan sehari-hari, kemudian saya juga sebisa mungkin mengakui jika saya salah maupun kalah dan tidak mencari-cari alasan jika memang begitu kebenarannya. Ketiga, saya selalu berusaha untuk berani dalam hal positif, seperti berani menolong orang yang belum dikenal, atau berani menyuarakan pendapat maupun pemikiran.
      Prabu Setyaki memiliki sifat nekat, seperti ia nekat untuk membela Pandawa dalam perang Baratayuda dan menghadapi Bungiswara yang sakti dan telah membunuh kesepuluh anaknya. Saya terkadang merasa bahwa saya cukup nekat dalam mengambil keputusan walaupun terkadang hasilnya kurang memuaskan, seperti nekat untuk mencoba hal-hal baru yang positif seperti berbagai macam hobi. Kenekatan terbesar saya adalah memilih jurusan Kepariwisataan dengan modal ingin coba-coba sesuatu yang baru dan asing, dan sampai sekarang saya masih merasa senang dan tidak terbebani.
      Jujur, mungkin adalah sifat Prabu Setyaki yang mungkin tidak terlalu menonjol dalam diri beliau dalam berbagai cerita. Saya sendiri mencoba untuk selalu jujur dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat ditanya, saat menceritakan atau memberitahu sesuatu agar tidak menambah atau mengurangi semua yang saya katakan.
      Prabu Setyaki adalah tokoh yang setia pada pasangan hidupnya, dan saya harap saya juga seperti itu kelak.
      Alasan lain saya memilih tokoh Prabu Setyaki karena walaupun ia tokoh yang dipuji kesaktian dan sifatnya namun ia masih mempunyai beberapa kekurangan yang membuat saya ia adalah tokokh yang seimbang. Contohnya, beliau masih merasakan iri dan takut pada saudara-saudara Pandawanya terutama Arjuna sehingga ia meminta bantuan pada Kresna saat bertanding dengan kesatria ketiga dari Pandawa tersebut. Di lain cerita juga Setyaki masih dikuasai emosi dan amarah seperti saat ia membunuh Kretawarma dalam keadaan mabuk karena saling ejek.Kemudian alasan saya menyukai beliau karena ia juga kesatria yang tidak begitu dikenal seperti Pandawa, Kurawa, dan lainnya namun tetap berpengaruh dalam cerita Mahabharata.

Minggu, 20 Desember 2015

CURUG SIBEDIL, CANTIK DAN BELUM TERSENTUH KHALAYAK

                                                                                                                                      (sumber: grombyangnet.wordpress)

    
                     Curug Sibedil, begitu panggilannya karena salah satu dari 4 aliran nya berbentuk seperti bedil atau senapan. Curug ini terletak di Desa Sima Kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang dan termasuk salah satu dari sekian curug yang terkenal di Pemalang namun belum banyak orang yang berkunjung ke sana dan termasuk objek wisata yang jarang sekali disentuh wisatawan walaupun hari libur, namun begitu curug ini sangat dikenal akan keindahan dan keasrian nya yang meggoda siapapun yang datang untuk berlama lama disini. Dengan ketinggian 10 meter dan 'hijau' nya alam yang merindangi dan menghiasi objek wisata ini semakin menampilkan bahwa Pemalang tak hanya kota yang pariwisata nya tidak berkembang dan tidak punya potensi.
                   Konon, nama Curug Sibedil setidaknya ada dua versi. Menurut versi pertama, nama Sibedil diberikan karena pada jaman dahulu kala air yang jatuh menimpa bebatuan di bawahnya mengeluarkan suara mirip suara tembakan meriam. Dalam bahasa Jawa, meriam disebut sebagai “bedil”. Karena itulah air terjun ini dinamai Curug Sibedil yang kurang lebih berarti Air Terjun Meriam.
Versi kedua mempunyai bukti fisik, yakni sebuah batu golong-gilig (serupa tongkat) yang mirip seperti moncong meriam. Dulu, menurut cerita tetua di sekitar air terjun, dari batu tersebut keluar suara mirip dentuman meriam. Malam Jumat Kliwon disebut-sebut sebagai waktu suara bedil itu terdengar. Ada juga yang menyebut suara meriam terdengar setiap sore menjelang magrib. Kini suara tersebut tidak lagi terdengar.
Tertarik dengan air alami nan segar serta pemandangan biru-hijau yang berpadu??? datang

TELAGA SILATING, ELOK DAN MENYEJUKKAN

                                                                                                      (SUMBER GAMBAR :KABARPEMALANG.COM)

              Telaga Silating merupakan salah satu objek wisata di daerah pegunungan Kabupaten Pemalang yang terletak di Kecamatan Belik, masih satu daerah dengan Gunung Jimat. Obyek wisata ini dikelola oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Pemalang bekerjasama dengan pemerintah Desa Sikasur.  Letak telaga Silating kurang lebih 33 km de arah selatan dari pusat Kabupaten Pemalang. Nama lain Telaga Silating yaitu Telaga Tapak Bima.
               Sejarah yang berkembang turun temurun di masyarakat ialah telaga Silating terbentuk akibat injakan kaki seorang tokoh dalam pewayangan yaitu Bima/Werkudara yang merupakan anak kedua dari Pandawa lima yang dikenal dalam cerita wayang akan keperkasaan nya dan kekuatan fisik serta hatinya. Jejak kaki Bima tersebut menjadi keluar mata air dan jadilah telaga Silating yang saat ini dikenal warga. Tapak sendiri dalam bahasa Indonesia ialah jejak.
                 Setelah pemerintah Kabupaten Pemalang merehap tempat wisata telaga silating, tempat tersebut menjadi memiliki fasilitas untuk membuat pengunjung lebih nyaman berwisata di telaga Silating. Fasilitas permainan anak juga tersedia di obyek wisata ini sehingga pengunjung yang mengajak anak kecil dapat membuat anak kecil betah bermain di area telaga ini,fasilitas lainnya adalah gazebo, gardu pandang, dan panggung gembira yang dibangun diatas telaga.
(referensi : wikipedia, dengan perubahan)

TRADISI BARITAN , BUDAYA SEDEKAH LAUT YANG TIDAK 'MENYIMPANG'

         Upacara Baritan adalah salah satu tradisi yang masih bertahan di Kabupaten Pemalang  dan sudah turun-temurun dilaksanakan oleh warga nelayan di pantai utara sebagai wujud rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa. Tradisi yang dilaksanakan setiap selasa atau jumat di awal bulan Sura/Suro (Kalender Jawa) ini merupakan berberntuk melarung sesaji ke tengah laut.  Baritan  dilaksanakan di Desa Asem Doyong, Kecamatan Taman.
         Ada tiga jenis sesaji laut atau ambeng laut yaitu kepala kerbau dan jajanan lokal yang ditempatkan pada  perahu kecil yang dilarungkan ke tengah laut menggunakan perahu yang sudah dihias dengan bendera dan umbul-umbul janur kuning. Sebelum upacara pelarungan, diadakan tirakatan bersama yang dihadiri para nelayan, tokoh masyarakat setempat dan para pejabat terkait dengan mengambil lokasi di Tempat Pelelangan Ikan. Pembacaan doa dan tahlil menyertai upacara ini dengan maksud agar pelaksanaan upacara ini dapat berjalan lancar, selamat dan tidak menyimpang dari aturan agama.
Sebelum di bawa ke laut, panitia Baritan mengundi sesaji untuk menentukan perahu dan juru mudi yang berhak membawa sesaji ke laut. Caranya dengan mengambil nomor urut yang ada di dalam toples kecil dan ditutup kertas yang diberi lubang kecil untuk mengeluarkan lintingan kertas nomor urut tersebut. Mirip seperti arisan. Usai pengundian Juru Mudi dan ABK diharuskan memakai kaos yang sudah disediakan panitia. Selanjutnya membawa sesaji ke laut. Warga bisa ikut naik ke atas perahu tanpa dipungut biaya, namun harus berhati hati karena beberapa tahun silam terjadi kecelakaan perahu yang menyebabkan beberapa orang meninggal.
           Banyak warga yang datang saat Upacara berlangsung dan suasana semakin ramai karena banyak pedagang yang ikut berjualan dan rata rata pedagang menjual barang dan 'binatang' yang tak biasa dijual, terdapat juga atraksi. Jadi kalau anda ingin datang saya sarankan berhati hati pada barang bawaan dan keselamatan anda serta keluarga.
(sumber : kabar pemalang, dengan penambahan)

GUNUNG JIMAT/MENDELEM, GAGAH DENGAN RIBUAN MISTERI

                                                                                                                           (sumber gambar google.com)
         
                 Gunung Jimat atau Gunung Mendelem adalah salah satu gunung yang dikenal banyak oleh masyarakat Pemalang, Tegal, dan Pekalongan karena sebagai tempat pendakian bagi pendaki pemula, tempat hiking, trekking, atau sekedar kegiatan perkemahan, atau............ sebagai tempat mencari pusaka dan jimat, seperti namanya. Gunung ini sekilas seperti batu besar dan tebing gagah yang dikelilingi hutan, curug-curug kecil hingga satwa yang beragam terutama burung dan ayam hutan. Banyak pendaki yang sering datang ke tempat ini karena gratis dan lokasinya tidak terlalu susah untuk dijangkau serta medan nya yang lumayan menantang untuk menuju ke puncak.

                                                 (pemandangan tampak dari puncak. sumber : google)


                 Alasan gunung ini dinamai 'jimat' dikarenakan masyarakat Belik, Pemalang percaya bahwa pada zaman dulu tempat tersebut dikeramatkan dan merupakan tempat menyimpan atau membuang pusaka baik itu berupa senjata, perhiasan, batu mulia, kertas, maupun tak berbentuk seperti wangsit atau petuah. Bahkan masyarakat masih percaya bahwa di tempat tersebut masih terdapat pusaka dan azimat yang masih tersimpan disana. Menurut cerita yang beredar siapapun yang menemukan jimat-jimat tersebut akan mendapat kekuatan, kewibawaan,keagungan seorang pemimpin. Di gunung itu ada tempat yang diyakini sebagai petilasan Damar Wulan dan Raden Patah yang menjadi bukti bahwa yang bersangkutan pernah melakukan ziarah ke Bukit Mendelem. Karena, menurut cerita dan beberapa buku sejarah kuno, di puncak gunung terdapat tempat bersejarah yang diyakini sebagai makam Rahiyangta Panaraban, Raja Kerajaan Jawa di Pemalang dan salah satu pemimpin kerajaan cikal bakal kerajaan di Pulau Jawa,” tuturnya.“Bahkan, menurut cerita para sesepuh konon dulu Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto dulu pernah berziarah ke Gunung Mendelem atau Gunung Jimat ini.




PANTAI WIDURI, SEDERHANA DENGAN SEJARAH MEMUKAU

  Pantai Widuri, adalah pantai yang terkenal di Kabupaten Pemalang, banyak pengunjung yang datang untuk sekedar menikmati sunrise atau sunset dan sekedar berjalan jalan. Pantai yang cukup bersih dan indah ini juga merupakan dermaga bagi perahu nelayan yang berlabuh serta sarana permainan air. Lokasinya yang mudah dijangkau dan biaya masuknya yang sangat murah menjadikan tempat ini populer dikalangan anak muda dan destinasi keluarga saat ingin liburan di wilayah Kabupaten Pemalang. namun dibalik keindahan nya terdapat goresan sejarah asal muasal nama pantai ini, berikut kisahnya
Abad ke 15, pesisir utara Jawa Tengah masih berupa hutan dan rawa-rawa.  Penduduk yang tinggal di daerah itu pun masih sedikit. Menurut legenda,  di pesisir yang sekarang menjadi Kabupaten Pemalang itu hiduplah sepasang suami istri, yaitu Kaki dan Nyai Pedaringan (Dalam versi lain adalah Ki Tanjang dan Nyai Tanjang, atau Ki dan Nyai Widuri)
          Pekerjaan Ki Pedaringan adalah bertani, menanam palawija dan semangka. Suatu hari, Nyi pedaringan menyiapkan sarapan di gubuknya, sedangkan Ki Pedaringan bekerja di sawahnya yang jaraknya sangat jauh.  Tiba-tiba di gubuknya datang seorang pemuda.  Ia meminta agar dijinkan masuk ke dalam gubuk.  Pemuda itu dalam keadaan berdarah di tangannya.  Nyi Pedaringan kaget melihat darah di tangan pemuda tadi.  Seperti ada senjata yang menancap. Dalam hati ia bertanya, “Siapa orang ini?”
Tak lama kemudian pemuda tadi memperkenalkan dirinya. Dia adalah Pangeran Purbaya. Punggawa Kerajaaan Mataram yang sedang mengemban tugas menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Salingsingan di Cirebon. Salingsingan ingin menguasai Tanah Jawa dari Mataram.
Akhirnya Salingsingan dapat dikalahkan dan Pangeran Purbaya selamat. Dalam perjalanan menuju Mataram, pangeran melihat gubuk dan hendak menghampiri untuk mengobati lukanya.  Nyai Pedaringan mencoba mengobati. Tak lama, Pangeran Purbaya berpamitan dan meningalkan sebuah keris sebagai tanda terima kasih.  Sang Pangeran berpesan bahwa keris yang bernama Simonglang itu agar dijaga dan dirawat.  Diharapkan keris itu dapat menjadi pusaka daerah itu dan yang berhak memiliki adalah anak turun keluarga Pedaringan.
Siapa pun tidak berhak nengambil keris itu kecuali Pangeran Purbaya, atau orang yang jarinya terpotong seperti jari Pangeran Purbaya.  Pangeran Purbaya meneruskan perjalanan ke selatan.  Di tengah perjalanan, ia harus melewati sungai kecil yang melintang (bahasa Jawa: malang) dari arah timur dan mengalir menuju barat yang lokasinya dekat dengan laut. Dia seperti mendapat petunjuk dari yang Mahakuasa untuk memberi nama daerah tersebut Pemalang.
Sore hari, Ki Pedaringan baru sampai di gubuknya.  Ki Pedaringan kesal dan heran karena biasanya Nyai Pedaringan membawakan makanan tetapi sampai sore Nyai Pedaringan tidak datang.  Kesal menjadi curiga karena melihat Nyi Pedaringan membawa sebuah keris yang biasanya dimiliki oleh seorang lelaki. Nyi Pedaringan menjelaskan dari mana ia mendapatkan keris itu.  Tapi, Ki Pedaringan tidak mau tahu.  Keduanya bertengkar.
Akhirnya Nyi Pedaringan mencabut keris untuk membuktikan rasa cintanya.  Ia memotong jarinya. Darah segar mengalir dari jari-jarinya yang lentik. Nyai Pedaringan bersumpah.  Jika darah yang ia teteskan di bunga widuri yang putih berubah menjadi ungu pertanda bahwa cintanya masih suci.  Bunga widuri itupun berubah warna menjadi ungu.
Ki Pedaringan pun menyesal dan meminta maaf, lalu ia menyusul Pangeran Purbaya namun ia tak pernah kembali lagi dan Nyi Pedaringan pun hidup men janda dengan bayi yang masih dikandungnya. Kemudian  Widuri pun dijadikan nama tempat kejadian itu berlangsung.
Banyak versi sejarah yang beredar di kalangan masyarakat Pemalang, namun yang paling kuat adalah sejarah diatas. ada yang menyebutkan juga bahwa Nyai Widuri (Idu ri atau ludah duri atau disebut juga pembohong) adalah asal mula sejarah tempat tersebut.
(referensi : sinaubudayajawa.com, dengan penambahan)