(sumber: grombyangnet.wordpress)
Curug Sibedil, begitu panggilannya karena salah satu dari 4 aliran nya berbentuk seperti bedil atau senapan. Curug ini terletak di Desa Sima Kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang dan termasuk salah satu dari sekian curug yang terkenal di Pemalang namun belum banyak orang yang berkunjung ke sana dan termasuk objek wisata yang jarang sekali disentuh wisatawan walaupun hari libur, namun begitu curug ini sangat dikenal akan keindahan dan keasrian nya yang meggoda siapapun yang datang untuk berlama lama disini. Dengan ketinggian 10 meter dan 'hijau' nya alam yang merindangi dan menghiasi objek wisata ini semakin menampilkan bahwa Pemalang tak hanya kota yang pariwisata nya tidak berkembang dan tidak punya potensi.
Konon, nama Curug Sibedil setidaknya ada dua versi. Menurut versi
pertama, nama Sibedil diberikan karena pada jaman dahulu kala air yang
jatuh menimpa bebatuan di bawahnya mengeluarkan suara mirip suara
tembakan meriam. Dalam bahasa Jawa, meriam disebut sebagai “bedil”.
Karena itulah air terjun ini dinamai Curug Sibedil yang kurang lebih
berarti Air Terjun Meriam.
Versi kedua mempunyai bukti fisik, yakni sebuah batu golong-gilig
(serupa tongkat) yang mirip seperti moncong meriam. Dulu, menurut
cerita tetua di sekitar air terjun, dari batu tersebut keluar suara
mirip dentuman meriam. Malam Jumat Kliwon disebut-sebut sebagai waktu
suara bedil itu terdengar. Ada juga yang menyebut suara meriam terdengar
setiap sore menjelang magrib. Kini suara tersebut tidak lagi terdengar.
Tertarik dengan air alami nan segar serta pemandangan biru-hijau yang berpadu??? datang
Minggu, 20 Desember 2015
TELAGA SILATING, ELOK DAN MENYEJUKKAN
(SUMBER GAMBAR :KABARPEMALANG.COM)
Telaga Silating merupakan salah satu objek wisata di daerah pegunungan Kabupaten Pemalang yang terletak di Kecamatan Belik, masih satu daerah dengan Gunung Jimat. Obyek wisata ini dikelola oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Pemalang bekerjasama dengan pemerintah Desa Sikasur. Letak telaga Silating kurang lebih 33 km de arah selatan dari pusat Kabupaten Pemalang. Nama lain Telaga Silating yaitu Telaga Tapak Bima.
Sejarah yang berkembang turun temurun di masyarakat ialah telaga Silating terbentuk akibat injakan kaki seorang tokoh dalam pewayangan yaitu Bima/Werkudara yang merupakan anak kedua dari Pandawa lima yang dikenal dalam cerita wayang akan keperkasaan nya dan kekuatan fisik serta hatinya. Jejak kaki Bima tersebut menjadi keluar mata air dan jadilah telaga Silating yang saat ini dikenal warga. Tapak sendiri dalam bahasa Indonesia ialah jejak.
Setelah pemerintah Kabupaten Pemalang merehap tempat wisata telaga silating, tempat tersebut menjadi memiliki fasilitas untuk membuat pengunjung lebih nyaman berwisata di telaga Silating. Fasilitas permainan anak juga tersedia di obyek wisata ini sehingga pengunjung yang mengajak anak kecil dapat membuat anak kecil betah bermain di area telaga ini,fasilitas lainnya adalah gazebo, gardu pandang, dan panggung gembira yang dibangun diatas telaga.
(referensi : wikipedia, dengan perubahan)
Telaga Silating merupakan salah satu objek wisata di daerah pegunungan Kabupaten Pemalang yang terletak di Kecamatan Belik, masih satu daerah dengan Gunung Jimat. Obyek wisata ini dikelola oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Pemalang bekerjasama dengan pemerintah Desa Sikasur. Letak telaga Silating kurang lebih 33 km de arah selatan dari pusat Kabupaten Pemalang. Nama lain Telaga Silating yaitu Telaga Tapak Bima.
Sejarah yang berkembang turun temurun di masyarakat ialah telaga Silating terbentuk akibat injakan kaki seorang tokoh dalam pewayangan yaitu Bima/Werkudara yang merupakan anak kedua dari Pandawa lima yang dikenal dalam cerita wayang akan keperkasaan nya dan kekuatan fisik serta hatinya. Jejak kaki Bima tersebut menjadi keluar mata air dan jadilah telaga Silating yang saat ini dikenal warga. Tapak sendiri dalam bahasa Indonesia ialah jejak.
Setelah pemerintah Kabupaten Pemalang merehap tempat wisata telaga silating, tempat tersebut menjadi memiliki fasilitas untuk membuat pengunjung lebih nyaman berwisata di telaga Silating. Fasilitas permainan anak juga tersedia di obyek wisata ini sehingga pengunjung yang mengajak anak kecil dapat membuat anak kecil betah bermain di area telaga ini,fasilitas lainnya adalah gazebo, gardu pandang, dan panggung gembira yang dibangun diatas telaga.
(referensi : wikipedia, dengan perubahan)
TRADISI BARITAN , BUDAYA SEDEKAH LAUT YANG TIDAK 'MENYIMPANG'
Upacara Baritan adalah salah satu
tradisi yang masih bertahan di Kabupaten Pemalang dan sudah turun-temurun dilaksanakan oleh warga nelayan di pantai utara sebagai wujud rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa. Tradisi yang dilaksanakan
setiap selasa atau jumat di awal bulan Sura/Suro (Kalender Jawa) ini merupakan berberntuk melarung sesaji ke tengah laut. Baritan dilaksanakan di
Desa Asem Doyong, Kecamatan Taman.
Ada tiga jenis sesaji laut atau ambeng laut yaitu kepala kerbau dan jajanan lokal yang ditempatkan pada perahu kecil yang dilarungkan ke tengah laut menggunakan perahu yang sudah dihias dengan bendera dan umbul-umbul janur kuning. Sebelum upacara pelarungan, diadakan tirakatan bersama yang dihadiri para nelayan, tokoh masyarakat setempat dan para pejabat terkait dengan mengambil lokasi di Tempat Pelelangan Ikan. Pembacaan doa dan tahlil menyertai upacara ini dengan maksud agar pelaksanaan upacara ini dapat berjalan lancar, selamat dan tidak menyimpang dari aturan agama.
Ada tiga jenis sesaji laut atau ambeng laut yaitu kepala kerbau dan jajanan lokal yang ditempatkan pada perahu kecil yang dilarungkan ke tengah laut menggunakan perahu yang sudah dihias dengan bendera dan umbul-umbul janur kuning. Sebelum upacara pelarungan, diadakan tirakatan bersama yang dihadiri para nelayan, tokoh masyarakat setempat dan para pejabat terkait dengan mengambil lokasi di Tempat Pelelangan Ikan. Pembacaan doa dan tahlil menyertai upacara ini dengan maksud agar pelaksanaan upacara ini dapat berjalan lancar, selamat dan tidak menyimpang dari aturan agama.
Sebelum di bawa ke laut,
panitia Baritan mengundi sesaji untuk menentukan perahu dan juru mudi yang
berhak membawa sesaji ke laut. Caranya dengan mengambil nomor urut yang ada di
dalam toples kecil dan ditutup kertas yang diberi lubang kecil untuk
mengeluarkan lintingan kertas nomor urut tersebut. Mirip seperti arisan. Usai
pengundian Juru Mudi dan ABK diharuskan memakai kaos yang sudah disediakan
panitia. Selanjutnya membawa sesaji ke laut. Warga bisa ikut naik ke atas perahu tanpa dipungut biaya, namun harus berhati hati karena beberapa tahun silam terjadi kecelakaan perahu yang menyebabkan beberapa orang meninggal.
Banyak warga yang datang saat Upacara berlangsung dan suasana semakin ramai karena banyak pedagang yang ikut berjualan dan rata rata pedagang menjual barang dan 'binatang' yang tak biasa dijual, terdapat juga atraksi. Jadi kalau anda ingin datang saya sarankan berhati hati pada barang bawaan dan keselamatan anda serta keluarga.
(sumber : kabar pemalang, dengan penambahan)
(sumber : kabar pemalang, dengan penambahan)
GUNUNG JIMAT/MENDELEM, GAGAH DENGAN RIBUAN MISTERI
Gunung Jimat atau Gunung Mendelem adalah salah satu gunung yang dikenal banyak oleh masyarakat Pemalang, Tegal, dan Pekalongan karena sebagai tempat pendakian bagi pendaki pemula, tempat hiking, trekking, atau sekedar kegiatan perkemahan, atau............ sebagai tempat mencari pusaka dan jimat, seperti namanya. Gunung ini sekilas seperti batu besar dan tebing gagah yang dikelilingi hutan, curug-curug kecil hingga satwa yang beragam terutama burung dan ayam hutan. Banyak pendaki yang sering datang ke tempat ini karena gratis dan lokasinya tidak terlalu susah untuk dijangkau serta medan nya yang lumayan menantang untuk menuju ke puncak.
(pemandangan tampak dari puncak. sumber : google)
Alasan gunung ini dinamai 'jimat' dikarenakan masyarakat Belik, Pemalang percaya bahwa pada zaman dulu tempat tersebut dikeramatkan dan merupakan tempat menyimpan atau membuang pusaka baik itu berupa senjata, perhiasan, batu mulia, kertas, maupun tak berbentuk seperti wangsit atau petuah. Bahkan masyarakat masih percaya bahwa di tempat tersebut masih terdapat pusaka dan azimat yang masih tersimpan disana. Menurut cerita yang beredar siapapun yang menemukan jimat-jimat tersebut akan mendapat kekuatan, kewibawaan,keagungan seorang pemimpin. Di gunung itu ada tempat yang diyakini sebagai petilasan Damar Wulan dan Raden Patah yang menjadi bukti bahwa yang bersangkutan pernah melakukan ziarah ke Bukit Mendelem. Karena, menurut cerita dan beberapa buku sejarah kuno, di puncak gunung terdapat tempat bersejarah yang diyakini sebagai makam Rahiyangta Panaraban, Raja Kerajaan Jawa di Pemalang dan salah satu pemimpin kerajaan cikal bakal kerajaan di Pulau Jawa,” tuturnya.“Bahkan, menurut cerita para sesepuh konon dulu Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto dulu pernah berziarah ke Gunung Mendelem atau Gunung Jimat ini.
PANTAI WIDURI, SEDERHANA DENGAN SEJARAH MEMUKAU
Pantai Widuri, adalah pantai yang terkenal di Kabupaten Pemalang, banyak pengunjung yang datang untuk sekedar menikmati sunrise atau sunset dan sekedar berjalan jalan. Pantai yang cukup bersih dan indah ini juga merupakan dermaga bagi perahu nelayan yang berlabuh serta sarana permainan air. Lokasinya yang mudah dijangkau dan biaya masuknya yang sangat murah menjadikan tempat ini populer dikalangan anak muda dan destinasi keluarga saat ingin liburan di wilayah Kabupaten Pemalang. namun dibalik keindahan nya terdapat goresan sejarah asal muasal nama pantai ini, berikut kisahnya
Abad ke 15, pesisir utara Jawa Tengah masih
berupa hutan dan rawa-rawa. Penduduk yang tinggal di daerah itu pun masih sedikit. Menurut legenda, di pesisir yang sekarang menjadi Kabupaten
Pemalang itu hiduplah sepasang suami istri, yaitu Kaki dan Nyai Pedaringan (Dalam versi lain adalah Ki Tanjang dan Nyai Tanjang, atau Ki dan Nyai Widuri)
Tak lama kemudian pemuda tadi memperkenalkan
dirinya. Dia adalah Pangeran
Purbaya. Punggawa Kerajaaan Mataram yang
sedang mengemban tugas menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Salingsingan
di Cirebon. Salingsingan ingin menguasai Tanah Jawa dari Mataram.
Akhirnya Salingsingan dapat dikalahkan dan Pangeran
Purbaya selamat. Dalam perjalanan menuju Mataram, pangeran melihat gubuk dan
hendak menghampiri untuk mengobati lukanya.
Nyai Pedaringan mencoba mengobati. Tak lama, Pangeran Purbaya berpamitan
dan meningalkan sebuah keris sebagai tanda terima kasih. Sang Pangeran berpesan bahwa keris yang
bernama Simonglang itu agar dijaga dan dirawat.
Diharapkan keris itu dapat menjadi pusaka daerah itu dan yang berhak
memiliki adalah anak turun keluarga Pedaringan.
Siapa pun tidak berhak nengambil keris itu kecuali
Pangeran Purbaya, atau orang yang jarinya terpotong seperti jari Pangeran
Purbaya. Pangeran Purbaya meneruskan
perjalanan ke selatan. Di tengah
perjalanan, ia harus melewati sungai kecil yang melintang (bahasa Jawa: malang) dari arah timur dan mengalir
menuju barat yang lokasinya dekat dengan laut. Dia seperti mendapat petunjuk dari
yang Mahakuasa untuk memberi nama daerah tersebut Pemalang.
Sore hari, Ki Pedaringan baru sampai di
gubuknya. Ki Pedaringan kesal dan heran
karena biasanya Nyai Pedaringan membawakan makanan tetapi sampai sore Nyai
Pedaringan tidak datang. Kesal menjadi
curiga karena melihat Nyi Pedaringan membawa sebuah keris yang biasanya
dimiliki oleh seorang lelaki. Nyi Pedaringan menjelaskan dari mana ia
mendapatkan keris itu. Tapi, Ki
Pedaringan tidak mau tahu.
Keduanya bertengkar.
Akhirnya Nyi Pedaringan mencabut keris untuk
membuktikan rasa cintanya. Ia memotong
jarinya. Darah segar mengalir dari jari-jarinya yang lentik. Nyai Pedaringan
bersumpah. Jika darah yang ia teteskan
di bunga widuri yang putih berubah menjadi ungu pertanda bahwa cintanya masih
suci. Bunga widuri itupun berubah warna
menjadi ungu.
Ki Pedaringan pun menyesal dan meminta maaf, lalu ia menyusul Pangeran Purbaya namun ia tak pernah kembali lagi dan Nyi Pedaringan pun hidup men janda dengan bayi yang masih dikandungnya. Kemudian Widuri pun dijadikan nama tempat kejadian itu berlangsung.
Ki Pedaringan pun menyesal dan meminta maaf, lalu ia menyusul Pangeran Purbaya namun ia tak pernah kembali lagi dan Nyi Pedaringan pun hidup men janda dengan bayi yang masih dikandungnya. Kemudian Widuri pun dijadikan nama tempat kejadian itu berlangsung.
Banyak versi sejarah yang beredar di kalangan masyarakat Pemalang, namun yang paling kuat adalah sejarah diatas. ada yang menyebutkan juga bahwa Nyai Widuri (Idu ri atau ludah duri atau disebut juga pembohong) adalah asal mula sejarah tempat tersebut.
(referensi : sinaubudayajawa.com, dengan penambahan)
(referensi : sinaubudayajawa.com, dengan penambahan)
Langganan:
Postingan (Atom)